KOTA TANGERANG (VivaBanten.com) – Ketua Komisi II DPRD Kota Tangerang, Syamsuri, menegaskan komitmennya untuk mengawal secara serius penanganan laporan dugaan pencabulan terhadap siswi SMPN 19 Kota Tangerang yang diduga dilakukan oleh oknum guru berinisial MRF. Laporan tersebut telah disampaikan keluarga korban ke DPRD pada awal Desember, setelah sebelumnya dilaporkan ke Polres Metro Tangerang Kota pada 7 November 2025.
Syamsuri menyampaikan bahwa DPRD segera mengambil langkah-langkah tindak lanjut dengan melakukan pengumpulan data dan klarifikasi dari berbagai pihak terkait.
“Mulai besok kami akan mempelajari berkas laporan secara detail dan memanggil pihak-pihak yang perlu dimintai keterangan,” ujarnya, Jumat (5/12/2025). Ia menjelaskan bahwa Komisi II akan mengundang Dinas Pendidikan beserta jajaran terkait sebelum pelaksanaan Rapat Dengar Pendapat (RDP).
Kasus ini mencuat setelah korban, Melati (13) — nama telah disamarkan — mengalami tekanan psikologis dan enggan kembali ke sekolah. Kepada keluarga, korban menceritakan dugaan peristiwa pelecehan maupun perundungan yang terjadi di lingkungan sekolah.
Syamsuri menegaskan bahwa DPRD akan memastikan hak korban sebagai peserta didik tetap terlindungi sesuai regulasi. Komisi II meminta Dinas Pendidikan memberikan pendampingan psikologis, memfasilitasi ujian dari rumah, serta mempertimbangkan opsi perpindahan sekolah apabila dibutuhkan.
“Ini harus menjadi alarm bagi semua pihak untuk memperkuat budaya perlindungan anak di sekolah. Keamanan siswa harus menjadi prioritas utama,” ucapnya.
Komisi II juga akan berkoordinasi dengan DP3AP2KB dan UPTD PPA guna memastikan pendampingan hukum serta psikologis berjalan optimal.
“Proses penyelidikan harus berlangsung transparan dan tidak boleh ada tekanan terhadap korban atau keluarga,” tegas Syamsuri.
Sementara itu, Plt Kepala Dinas Pendidikan Kota Tangerang, Ruta Ireng Wicaksono, menyampaikan bahwa terlapor telah dinonaktifkan sejak laporan diterima, dan Dinas Pendidikan memastikan dukungan pemulihan kondisi psikologis korban.
“Sekolah adalah ruang aman bagi anak. Setiap bentuk pelecehan, baik verbal, fisik, maupun seksual, tidak dapat ditoleransi,” ujar Ruta. Ia menegaskan bahwa hak belajar korban akan tetap terpenuhi, termasuk melalui fasilitas belajar dari rumah.(ADV)










