TANGSEL (VivaBanten.com) – Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang Selatan melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) menggandeng Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk memperkuat ketahanan keluarga serta menekan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Kerja sama tersebut ditandai dengan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) bersama Lembaga Riset Internasional Pembangunan Sosial, Ekonomi dan Kawasan (LRI-PSEK) dan Pusat Kajian Gender dan Anak (PKGA) IPB pada Selasa (16/9/2025).
Kepala DP3AP2KB Kota Tangsel, Cahyadi, menjelaskan bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang tercatat di UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak masih menjadi tantangan serius. Faktor penyebabnya beragam, mulai dari lemahnya ketahanan keluarga, tekanan ekonomi, hingga minimnya pemahaman pola asuh.
“Kami tidak bisa bekerja sendiri. Perlindungan perempuan dan anak membutuhkan kerja sama lintas sektor, baik pemerintah, akademisi, maupun masyarakat. Melalui kolaborasi dengan IPB ini, kami ingin menghadirkan solusi berbasis riset untuk memperkuat ketahanan keluarga dan mencegah kekerasan sejak dini,” ujar Cahyadi dalam keterangannya, Jumat (19/9/2025).
Ia menambahkan, kolaborasi dengan IPB penting karena menghadirkan pendekatan berbasis riset dan data. Langkah ini sekaligus melengkapi regulasi yang sudah dimiliki Pemkot Tangsel, di antaranya Perda No. 3 Tahun 2012 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan, Perda No. 1 Tahun 2018 tentang Kota Layak Anak (KLA), dan Perda No. 2 Tahun 2018 tentang Pengarusutamaan Gender.
“Kerja sama dan sinergi yang dilakukan pemerintah, akademisi, dan masyarakat diharapkan dapat meningkatkan kualitas serta ketahanan keluarga. Ini menjadi salah satu upaya pencegahan kekerasan sekaligus perceraian,” ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Studi Gender IPB, Yuliana Eva Riany, menekankan pentingnya pendampingan anak dalam penggunaan media sosial untuk mencegah dampak negatif. Ia juga menyoroti peran ayah dalam pengasuhan serta perlunya data komprehensif mengenai stunting, kesehatan mental, hingga akses layanan dasar sebagai dasar penyusunan kebijakan yang tepat.
“Ke depan, kami sangat terbuka untuk mengintegrasikan nilai keagamaan secara eksplisit dalam materi, agar pembahasan menjadi lebih holistik dan menyentuh aspek spiritual yang menjadi pondasi utama ketahanan keluarga,” kata Eva.
Selain aspek sosial, penguatan keluarga juga diarahkan pada bidang ekonomi. Literasi finansial, pengelolaan keuangan, diversifikasi pendapatan, serta investasi pada pendidikan dan kesehatan keluarga disebut menjadi strategi penting agar rumah tangga lebih tangguh menghadapi dinamika zaman.(fer/joe)