Pemkot Tangerang Gelar Festival Pintu Air 10 untuk Perdana

Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tangerang beserta jajaran Forkopimda dalam pembukaan Festival Pintu Air 10

KOTA TANGERANG (VivaBanten.com) – Megahnya Bendung Pintu Air 10 di Pasar Baru, menjadi simbol kemajuan infrastruktur di Kota Tangerang yang dibangun sejak era kolonialisme Belanda dan VOC pada ratusan tahun lalu.

Bangunan tersebut tetap kokoh berdiri dan menjadi salahsatu sumber penghidupan  warga yang berfungsi mengatur dan memasok debit air hingga mengalir ke setiap rumah-rumah warga di Tangerang hingga saat ini.

Namun, jejak keberadaan Pintu Air 10 dikatakan Wali Kota Tangerang Sachrudin tidak sesederhana itu. Pintu Air 10 lebih dari sekadar infrastruktur dan telah menjadi simbol kebanggaan, identitas, serta daya tarik wisata sejarah dan edukasi bagi masyarakat.

“Pintu Air 10 merupakan bangunan pengairan pertama dan terbesar di Kota Tangerang yang dibangun pada masa kolonial Belanda dengan konstruksi beton bertulang,” kata Sachrudin kepada awak media, Kamis 6 November 2025.

Bedasarkan Kepwal-CB 738 Tahun 2025 dan Peraturan Daerah (Perda) Kota Tangerang Nomor 3 Tahun 2018 tentang Cagar Budaya.

Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) menggelar untuk pertama kalinya Festival Pintu Air 10 tahun 2025.

Sachrudin menegaskan, kegiatan ini menjadi ajang pelestarian budaya, edukasi sejarah, sekaligus sarana memperkuat kolaborasi antarwarga.

Kota Tangerang tak pernah kehabisan data dan fakta kekayaan sejarah dan budaya.  Bahkan, kota Tangerang yang telah lama menjadi titik pertemuan beragam etnis dan agama.

Hal tersebut terwujud dalam prosesi pembukaan acara Festival Pintu Air 10 yang menampilkan ragam kebudayaan khas Kota Tangerang, salah satunya Pencak Silat Be’sih dan beberapa kesenian lain.

“Ragam kebudayaan yang ditampilkan hari ini menunjukkan bahwa Kota Tangerang kaya akan nilai sejarah dan budaya,” kata Sachrudin.

“Kota Tangerang adalah rumah atau simbol persatuan dari akulturasi budaya, tak ada perbedaan antara masyarakat lokal dan pendatang yang kini menjadi identitas khas Kota Tangerang,” tutup Sachrudin.

Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Tangerang, Boyke Urif Hermawan  menjelaskan, melalui Festival Pintu Air 10 diharapkan dapat menggali kembali berbagai nilai sejarah.

Serta memperkenalkan dan memperjelas ikon penting Kota Tangerang kepada generasi muda. “Festival ini menjadi sarana edukasi sejarah dan pengembangan seni budaya. Kami ingin mengingatkan masyarakat bahwa Sungai Cisadane dan Pintu Air 10 adalah warisan penting yang perlu dilestarikan,” ungkapnya.

Boyke menambahkan, dalam festival perdana ini digelar empat lomba seni dan budaya yang melibatkan pelajar serta komunitas kreatif lokal. “Kami ingin generasi muda turut berperan melestarikan budaya lewat kreativitas dan ekspresi seni,” ujarnya.

“Tahun ini kami menggelar empat mata lomba seni yang tidak termasuk dalam ajang O2SN. Ini sebagai bentuk dukungan terhadap pengembangan potensi kreatif pelajar,” lanjutnya.

Boyke berharap, Festival Pintu Air 10 dapat menjadi agenda tahunan yang tidak hanya melestarikan sejarah, tetapi juga memperkuat semangat kebersamaan warga Kota Tangerang dalam menjaga warisan budaya lokal.

“Melalui kolaborasi dan semangat pelestarian, mari kita wujudkan Kota Tangerang yang maju, berbudaya, dan membahagiakan warganya,” pungkasnya.(panji/joe)

Pos terkait