TANGSEL (VivaBanten.com) – Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Tangsel) melalui Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) menyempurnakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2025–2045 dengan pembagian zona yang lebih ketat dan terukur.
Kebijakan ini menjadi pedoman utama seluruh kegiatan pembangunan di Tangsel agar pertumbuhan kota berlangsung terkendali, seimbang, dan berkelanjutan.
Kepala DCKTR Kota Tangsel, Ade Suprizal, menegaskan bahwa RTRW merupakan arah besar pembangunan kota dan menjadi dasar bagi seluruh proses perizinan.
“RTRW bukan izin pembangunan, tetapi landasan perizinan. Sebelum izin keluar, pemanfaatan ruangnya harus sesuai dengan peruntukan yang telah ditetapkan,” ujar Ade, Senin (27/10/2025).
Dalam penataan baru tersebut, wilayah Tangsel dibagi ke dalam sejumlah zona, antara lain zona permukiman, perdagangan dan jasa, perkantoran, serta Ruang Terbuka Hijau (RTH). Masing-masing zona memiliki aturan dan batasan tersendiri yang wajib dipatuhi oleh pengembang maupun instansi teknis.
Pejabat DCKTR Tangsel, Yulia, menjelaskan bahwa aturan teknis seperti lebar jalan (ROW), luas kavling, dan pemenuhan kewajiban RTH akan dijabarkan lebih rinci melalui Perda Penyelenggaraan Perumahan dan Permukiman.
“Untuk zona perumahan, pengaturan teknisnya akan diatur oleh Dinas Perumahan. DCKTR hanya menentukan zonanya—apakah kawasan tersebut boleh dimanfaatkan untuk hunian atau tidak,” kata Yulia.
Untuk kawasan rawan banjir, DCKTR menetapkan penyesuaian Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Dasar Hijau (KDH) guna menjaga keseimbangan lingkungan.
“Jika suatu kawasan masuk zona banjir, KDB dikurangi 5 persen dan KDH ditambah 5 persen. Misalnya kewajiban RTH semula 12,5 persen, di kawasan banjir menjadi 17,5 persen,” jelasnya.
Penyesuaian ini diterapkan dalam proses pengesahan site plan pembangunan untuk mencegah genangan air dan menjaga daya serap tanah.
Selain itu, di zona perdagangan dan jasa, DCKTR mewajibkan setiap pengembang menyertakan Analisis Dampak Lalu Lintas (Andalalin) yang diterbitkan oleh Dinas Perhubungan.
“Setiap pengembangan kawasan komersial wajib disertai kajian Andalalin agar tidak menimbulkan kemacetan baru,” tambah Yulia.
RTRW yang baru juga menegaskan pentingnya perlindungan terhadap RTH dan zona perlindungan setempat guna mencegah alih fungsi lahan hijau menjadi kawasan hunian atau bisnis.
“RTH tidak selalu harus berupa taman besar. Bisa juga dalam bentuk vertical garden, roof garden, atau jalur hijau di perkotaan,” ujarnya.
Dengan penerapan RTRW 2025–2045 ini, Pemkot Tangsel menargetkan penataan ruang kota yang lebih terarah, efisien, dan berkelanjutan, sekaligus menjaga keseimbangan antara pembangunan dan kelestarian lingkungan.
